TEORI PENDEKATAN DAN METODE ANALISIS SASTRA PRAGMATIK


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra (Sansekerta, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan. Sastra dilihat dari kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengukapkan gagasanya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Dalam konteks kesenian, kesusatraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan seninya. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasanya.
Adapun manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisah-kisah dan amanat yang dikomunikasikan kepada para pembaca. Untuk menangkap ini, pembaca harus bisa mengapresiasikan sebuah mahakarya sastra. Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ketidak pastian, sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukan keanekaan makna teks sastra tersebut.

B. Tujuan Analisis
Mengkaji dan menganalisis karya sastra dengan menggunakan pendekatan pragmatik.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Pragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang zaman.
Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1.  Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
2. Felix Vedika ( Polandia ), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak ( benda mati ) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
3. Menurut  Abram (1958 : 14 – 21) pendekatan  pragmatik merupakan perhatian utama terhadap peran pembaca. Dalam kaitannya  dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya yaitu teori  resepsi.

Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik  memberi manfaat  terhadap pembaca,  pendekatan  pragmatik secara keseluruhan  berfungsi  untuk menopang  teori resepsi, teori sastra  yang memungkinkan  pemahaman  hakikat  karya sastra tanpa batas.
Pendekatan Pragmatik memberikan perhatian utama terhadap perananan pembaca, dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan Pragmatik dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatik dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaanya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus, fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatik dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Secara historis ( Abrams, 1976:16 ) pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica ( Hoatius ). Meskipun demikian, secara teoritis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi srukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis ,yaitu pembaca ( Mukarovsky ).
Pada tahap tertentu pendekatan pragmatik memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatik memliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyrakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya satra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatik secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya sastra tanpa batas.
Pendekatan pragmatik mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat di pecahkan melalui pendekatan pragmatis, diantaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implisit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada kompetensi pembaca sebab samata-semata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayaan khazanah kultural bangsa.

B. Sejarah Pendekatan Pragmatik
Pada tahun 1960 muncul dua orang tokoh ilmu sastra di Jerman Barat kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sabagai pemberi makna karya satra.
Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984: 5) ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme,  maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu periode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Apa yang diterima dan dipahami oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari segi estentik maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukan apakah estentik yang mendasari karya sastra diterima atau ditolak. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan  abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jousz dalam makalahnya yang bejudul literature alas provocation ( sejarah sastra sebagai tantangan). Ia melancarkan gagasan-gagasan baru yang sempat menggoncangkan dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengeanai sejarah sastra antara lain dari aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan faktor yang terpenting dalam proses semiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang mrnggambarkan hubungan dialog dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukan nasib dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan dalah pengertian yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya sipembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.

C. Metode Pendekatan Pragmatik
Penelitian resepsi pembaca terhadap karya sastra dapat menggunakan beberapa metode pendekatan, antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melalui karya sastra yang mementingkan karya sastra yang terikat pada masa tertentu dan ada pada golongan masyarakat tertentu.
a. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajikan atau diminta pembaca karya sastra sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan, tanggapan, kesan, penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut untuk diisi jawaban-jawaban itu kemudian  ditabulasi dan dianalisis.
b. Kepada pembaca perorangan atau kelompok, diminta pembaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterpretasikan karya sastra tersebut. Interpretasi-interpretasi yang dibuat tersebut dianalisis secara  kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tanggapan terhadap karya sastra.
c. Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat prestasi sekelompok kritikus terhadap kontemporer persepsi masyarakat tertentu terhadap karya sastra daerahnya sendiri.

 
BAB III

ANALISIS NOVEL DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK

A. Pengertian Sinopsis
Sinopsis adalah adalah ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar sinopsis itu, atau ringkasan atau abstraksi (KBBI, 1988: 845). Sinopsis mengandung tiga pengertian yaitu; ikhtisar karangan, ringkasan, atau abstraksi, Keraf (1977: 84) menyatakan bahwa ringkasan sumarry précis adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk pendek. Kata précis berarti memotong atau meringkas.
Adakalanya sebelum kita menganalisis sebuah novel atau sejenisnya yang berupa karangan panjang ada baiknya kita buat sinopsisnya terlebih dahulu, dengan tujuan agar kita dapat memahami dan mengetahui isi cerita sebuah karangan dan mencari unsur-unsur yang terkandung didalamnya.
Adapun sinopsis dalam novel “Wanita Bersabuk Dua” karya Sakti Wibowo adalah sebagai berikut :
“Pada waktu itu Belanda telah memegang kekuasaan diaceh sejak 1874, tetapi bukan berarti mereka bisa menjatuhkan hati kaum muslimin Aceh. Cut Kaso adalah wanita di Aceh yang menderita katarak, namun semangat juangnya masih tampak, kini ia minta kepada anaknya Cut Intan untuk melanjutkan perjuangan melawan belanda, dan mendampingi Rajawali Pase yaitu Cut Mutia, orang yang telah menyakiti hatinya
Pang Nangro dan Chik Tunong heran melihat Cut Intan berlaga di medan perang, memang harimau akan beranakan harimau juga, ayahnya gugur dimedan perang, ibunya seorang mujahidin yang disegani dan dihormati, kini anknya Cut Intan juga ikut turun tangan.
Didalam kelompok (markas) Cut Intan bertemu dengan Cut Mutia yaitu wanita yang didengkinya karena ia telah mengambil orang yang dicintainya (Teungku Syamsarif).
Letnan PRD Dekok mondar-mandir, ia gelisah karena penyergapan tempo lalu, membuat trauma yang sangat besar, persenjataan dan logistik yang dikirim ke Blanghi jatuh ketangan pejuang Aceh yang dipimpin oleh Chik Tunong. Kemudian Dekok menyebarkan orang-orangnya untuk mencari pesembunyian Chik Tunong. Selama tiga bulan pencarian ternyata hasilnya nihil. Untuk kedua kalinya  Belanda tewas ditangan pasukan Chik Tunong. Keguncangan kembali terjadi, dan untuk menyikapi ulah Chik Tunong, Van Herzt, mengirimkan bantuan bataliyon infantri dan enam Brigade Mersase dibawah pimpinan Mayor HNA.
Setibanya di pase Mayor HNA membujuk Cut Asiah untuk berbicara kepada Chik Tunong agar segera menghentikan peperangan, jika tidak keluarganya diancam dibuang jauh. Jauh dari Aceh bahkan dihukum mati. Cut Asiah bersama dengan Teungku menemui Cut intan dan mengabarkan berita duka, ibunya telah meninggal dunia dan  dia menitipkan senjata rencong untuk diberikan kepada Cut Intan. Cut Intan harus rela ditinggal oleh orang yang dikagumi dan dicintainya yaitu ibunya yang kini dekat dihatinya yaitu Chik Tunong. Belanda merasa puas karena pada satu tahun terakhir ini tidak ada perlawanan, semenjak Chik Tunong pergi ke Desa dan hidup menjadi Petani.
Cut Intan menyusun kekuatan sendiri untuk melawan Belanda, secara diam-diam Cut Intan bergerilya membunuh para Mersase Belanda, pihak Belanda sangat marah sekali, kemudian ia mengadakan patroli keliling Desa dan mendatangi rumah Chik Tunong. Padahal Chik Tunong tidak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya karena ia di rumah bersama istrinya yaitu Cut Mutia yang dulu pernah menikah dengan Teungku Syamsarif.
Pada saat Belanda akan menangkap Chik Tunong, tiba-tiba Cut Intan datang dan membuang semua bukti-bukti yang didapatkan dari pihak Belanda. Belanda pun luluh dan Cut Mutia merasa puas karena suaminya puas dari tuduhan Belanda. Cut Intan memang pantas menyandang gelar Wanita Bersabuk Dua yang dipuji karena ia serupa dengan putri Abu Bakar Dzatin Nathagain adalah wanita perkasa yang Bersabuk Dua di Sorga karena kecerdasan dan kepintarannya. Namun Volizers tetap saja mencari kebenaran yang terjadi. Hari berikutnya Chik Tunong ditangkap Belanda dan dijatuhkan hukuman mati.
Cut Intan pergi menyendiri dan berhenti bergerilya, masyarakat sungguh kehilangan Wanita Bersabuk Dua yang cedas dan bijaksana itu. Cut Intan merasa bahwa dirinya adalah wanita yang kurang beruntung karena ia harus kecewa dan sakit hati oleh ulah Cut Mutia.
Karena Cut Mutia menikah lagi dengan pengnangro yaitu laki-laki ketiga yang ada dihati Cut Intan. Namun Cut Intan tidak bisa melihat penderitaan rakyat dan meninggalkan perjuangan hanya karena masalah yang konyol itu. Akhirnya diapun bergabung lagi dengan para pejuang dan disaat perang melawaan Belanda ia bertemu dengan Cut Mutia, kemudian ia tertembak, didalam pelukan Cut Mutia, Cut Intan berkata “kali ini aku yang menang Cut Mutia”

B. Pembahasan Analisis Pragmatik
Analisis pragmatik adalah pendekatan sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra sepanjang zaman. Maka dengan ini kami akan mengulas tentang tanggapan dari pembaca tentang novel ini.
Adapun kehadiran novel Wanita Bersabuk Dua karya Sakti Wibowo ini merupakan novel yang mengarahkan para pembaca kepada kebaikan karena novel ini berisikan tentang perjuangan seorang wanita dalam menghadapi berbagai masalah untuk merebut daerahnya dengan kesendirian dan kepintarannya mengatur strategi. Novel ini juga menceritakan tentang seorang wanita dalam menghadapi masalah misalnya masalah cinta. Walaupun temannya menyakiti hatinya merebut kekasihnya namun Cut Intan tak memikirkan nasibnya namun ia berjuang demi nasib masyarakat Aceh. Novel ini juga menceritakan  tentang perjuangan seorang wanita yang bernama Cut Intan putri dari Cut Kaso. Cut Intan ini adalah sosok wanita yang tegar dan berani menghadapi berbagai rintangan untuk melawan penjajah Belanda.
Apabila kehidupan diatas dikaitkan dengan kehidupan kita sekarang, jarang sekali ada orang yang perduli tentang perjuangan seorang wanita dan rela meninggalkan orang yang dicintai untuk membela Bangsa dan Negara. Disinilah letak pesan moral yang dapat kita ambil dalam Novel “Wanita Bersabuk Dua” berdasarkan analisis unsur pragmatiknya.


BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan tentang pemahaman kritik pragmatik dalam novel Wanita Besabuk Dua karya Sakti Wibowo ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan pragmatik ini memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan pada pembaca (keindahan, pendidikan, dll). Pendekatan ini cenderung menimbang nilai berdasarkan keberhasilan tujuan pengarang bagi pembaca.
Novel ini memang patut untuk dibaca karena selain ceritanya menarik, novel ini juga menyampaikan pesan moral yang baik dan jarang dilakukan oleh kebanyakan orang, yaitu dimana kebanyakan orang menganggap wanita tidak bisa memperjuangkan bangsa. Seperti yang telah dibuktikan dalam Analisa pragmatik. Hal itu karna pengarang menyajikan tema yang penuh tantangan, godaan dan hikmah. Pengarang juga mampu merangkai kata dengan manis, menyentuh, sehingga pesan yang disampaikan membuat pembaca terharu. Tokoh Cut Intan juga banyak menimbulkan inspirasi bagi sebagian pembacanya.


DAFTAR PUSTAKA
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakata:Pustaka Pelajar
Keraf, Goris. 1986. KOMPOSISI. Ende Flores. : Nusa Indah. Yogyakarta.
Aminudin. 1990. Sekitar Masalah Sastra. Yayasan Asah Asih Asuh. Malang.
B. Rahmanto. 1998. Mengkaji Ulang Pembelajaran Sastra. Yogyakarta Universitas Sanata Dharma
http://yusfimembaca.blogspot.com/2011/11/pemahaman-kritik-pragmatik-dalam-novel.html


0 komentar:

Posting Komentar